Bunayatii Shofiyyah

Jumat, 14 Agustus 2009

Ada Fitnah Tetaplah Istiqomah

Pembaca yang budiman, Hati seorang mukmin merupakan pusat koordinasi ucapan dan amalan anggota badannya. Ketika sang hati dalam keadaan segar bugar dan diliputi dengan siraman cahaya al-Qur’an maka ia akan menyinari segenap anggota badan. Bergerak dan diam, melangkah dan berhenti, mengambil dan meninggalkan, menyuruh dan melarang, semuanya karena demi menuruti keridhoan ar-Rahman al-’Aziz al-’Hakim. Sebaliknya, apabila hati itu telah menderita luka parah, tersayat-sayat oleh sembilu maksiat dan tersiram oleh kotoran dosa-dosa maka ia akan mengkerut dan lesu, melemah dan menyimpang ke kanan dan ke kiri, tidak jelas, tidak menentu, larut dalam bujukan syahwat dan tenggelam dalam lautan syubhat. Semakin jauh hati itu dari siraman cahaya al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka titik kematian hati itu semakin dekat dan tinggal menunggu keputusan.Sebagaimana Allah Ta’ala telah memperingatkan dalam Quran Surat as-Shaff ayat 5 berfirman, yang artinya
“Ketika mereka sengaja menyimpang, maka Allah pun menyimpangkan hati mereka.”

Pembaca , semoga Allah menjaga kita dari tipu daya Syaitan dan bala tentaranya, sesungguhnya hati yang kita miliki lebih berharga daripada tumpukan emas dan perak yang dibangga-banggakan oleh para pemuja hartabenda. Hati yang hidup adalah sumber ketentraman dan akan mudah menerima petunjuk dan bimbingan Allah. Sedangkan hati yang sakit parah atau bahkan mati akan berubah menjadi keras dan membatu, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengenal yang mungkar. Yang pada akhirnya akan membuahkan penyesalan abadi di negeri akhirat sana.
Sementara kenikmatan surga yang tiada tara, hanya Allah peruntukkan bagi hamba bertakwa. Bukan bagi para durjana dan kaum yang durhaka. Itulah janji dari-Nya yang akan diberikan kepada orang-orang yang gemar bertaubat, merasa takut kepada Rabbnya -meskipun mereka tidak melihat-Nya- dan menghadap Allah dengan hati yang kembali taat kepada-Nya

Pembaca, ketika anda menatap langit maka anda akan melihat betapa tingginya langit itu. Dan ketika anda menatap bumi, maka anda akan menyadari bahwa betapa dekatnya dirimu dengan tanah. Demikian pula ketika kita menengok sosok-sosok para pendahulu kita yang shalih semacam Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali -radhiyallahu’anhum- maka kita akan melihat betapa tingginya keimanan, kecintaan, dan pembelaan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Sementara, jika kita melihat banyak di antara kaum muslimin yang ada pada jaman sekarang ini, maka kita akan menyadari betapa jauhnya kita dari keimanan, kecintaan, dan pembelaan terhadap Islam dan kaum muslimin sebagaimana yang ada pada diri mereka, bahkan lebih parah lagi seolah-olah kita adalah orang yang sudah terkubur di dalam tanah, tidak mampu berbuat apa-apa, untuk keselamatan dirinya sendiri saja sangat pelit, apalagi untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Padahal, Rabb kita ‘Azza wa Jalla, telah menganugerahkan kepada kita sebuah nikmat yang sangat agung, sebuah anugerah terindah yang membuat orang-orang di neraka kelak menjadi menyesal dan sangat ingin untuk dikembalikan ke dunia. Sebuah kenikmatan yang membuat orang-orang kafir ingin menebus azab yang harus mereka terima dengan dua kali lipat kenikmatan dunia dan seisinya. Allahu akbar! Betapa tidak pandainya kita dalam mensyukuri nikmat yang teramat agung ini.

Dan bukankah Allah telah menyelamatkan kita dari hitamnya lembah kekafiran dan memilih kita untuk menganut agama yang hanif ini. Namun mengapa, ketika ada di antara saudara kita yang ingin untuk mengembalikan umat ini kepada pedoman hidup dan sumber kebahagiaan mereka justru banyak orang -di antara kaum muslimin sendiri- yang berusaha untuk menghentikan kebangkitan yang penuh barakah itu dengan seribu satu alasan? “Ah, kalian jangan memecah belah persatuan!”. “Ah, kalian ini sukanya menentang kebiasaan orang-orang.” “Ah, kalian ini tidak pernah mau menoleransi perbedaan.” “Ah, kalian ini tidak peduli dengan nasib umat Islam!” Allahu akbar! Itulah ucapan mereka, itulah tuduhan mereka kepada Ahlus Sunnah dan para ulamanya…

Pembaca ,
Kita memang harus bersatu dan bahu-membahu. Namun ingat, harus di atas jalan yang benar, bukan di atas kekeliruan. Orang-orang yang beriman adalah penolong bagi saudaranya, mereka menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Kalaulah bukan karena menginginkan kebaikan bagi saudara-saudara mereka -dan juga diri mereka sendiri- tentu saja para ulama dan da’i Ahlus Sunnah akan tinggal diam dari berbagai kemungkaran dan penyimpangan yang ada. Sedikit saja energi umat ini terbuang untuk perkara yang sia-sia, maka Ahlus Sunnah merasa sedih atas nikmat waktu dan kesehatan yang disia-siakan tersebut. Kita hidup untuk meraih sebuah tujuan mulia, yaitu untuk mengabdi kepada Allah Yang menciptakan dan memberikan nikmat kepada kita.

Nah Tidakkah kita menyadari bahwa itu adalah nikmat agung yang Allah berikan kepada umat ini? Saudara menasihati, justru lari dan menuduhnya penipu. Saudara mengajak kepada kebaikan, namun justru menganggap dia adalah orang yang haus kedudukan dan gila sanjungan. Saudara mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar justru mengira bahwa itu adalah aliran sesat yang mencerai-beraikan persatuan. Saudara mengajak untuk kembali kepada ilmu, justru menilai dia sedang membodohimu. Aduhai, tak jauh berbeda antara apa yang mereka ucapkan dengan celotehan tokoh-tokoh kekafiran di masa silam.


“Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat engkau melainkan manusia biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap bahwa kamu adalah orang pendusta.’.”demikian Allah ta’ala berfirman di Qur’an surat .

Pembaca , Saat ini adalah masa yang penuh dengan pemutarbalikan. Kebenaran dan kesalihan menjadi barang aneh. Sementara kebatilan dan kefasikan telah menjadi kebanggaan dan santapan sehari-hari dalam kehidupan. Lalu di manakah anda berada? Tidakkah hati kecil anda menjerit dan menangis dengan kehinaan yang menimpa diri kita sekarang ini? Apakah anda akan bersantai-santai sementara musuh-musuh Islam bekerja siang dan malam untuk menghancurkan generasi muda Islam? Jalan kita masih panjang, sedangkan bekal sabar dan keyakinan harus senantiasa menyertai. Memang benar kata sebagian ulama, al-Istiqomatu la yuthiiquha illal akaabir “Istiqomah -konsisten di atas jalan lurus- itu tidak akan bisa dilakukan dengan benar kecuali oleh orang-orang yang -berjiwa- besar.” Ya Allah berikanlah kepada kami istiqomah. Wallahul muwaffiq.,

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda